REFORMASI-ID | Palembang - Kota yang seharusnya menjadi magnet investasi di Sumatera Selatan, kini menghadapi dilema sosial yang semakin mengkhawatirkan: tingginya angka kriminalitas yang beriringan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi di provinsi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat TPT Palembang sempat berada di angka 7,49 persen (Februari 2024)—jauh di atas rata-rata Sumsel—sementara Polrestabes Palembang melaporkan lonjakan signifikan pada total kasus tindak pidana di tahun yang sama.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata tekanan ekonomi yang dihadapi oleh puluhan ribu warga Palembang. Dan di balik data yang suram ini, muncul satu pertanyaan kritis: Seberapa besar peran birokrasi perizinan yang rumit dalam menahan laju investasi, penciptaan lapangan kerja, dan akhirnya, memicu tindakan kriminalitas?
Lingkaran Setan: Sulitnya Investor, Melambungnya Pengangguran Investasi adalah oksigen bagi penciptaan lapangan kerja. Ketika investor domestik maupun asing masuk, mereka mendirikan pabrik, membuka ritel, membangun hotel, Pariwisata atau mengembangkan sektor jasa. Semua ini membutuhkan pekerja—solusi langsung untuk menekan angka pengangguran.
Namun, laporan di lapangan sering mengindikasikan adanya "dinding tebal" yang dihadapi oleh para pengusaha:
- THM DARMA AGUNG Club 41 yang telah buka kembali setelah mendapatkan proses Perizinan yang begitu banyak, baik dari Pusat hingga di Daerah. Namun dalam prosesnya, Perizinan selalu ada aja hambatan dari Oknum seperti di dinas PUPR yang diduga memperlambat penerbitan Pembayaran Retribusi kepada Pemkot Palembang.
Bahkan dalam audiensi kepada Pelaku usaha dan Oknum PUPR Kota Palembang ketika mempertanyakan alasan tidak me-Klik agar munculnya nomor Virtual untuk bisa melakukan pembayaran Retribusi selalu menyebutkan Nama orang nomor 2 di kota Palembang, padahal persyaratan sudah lengkap. Yang semestinya di klik di tanggal 24 September 2025 terlihat di akun Pelaku usaha di SIMBG, ini agak sedikit di pertanyakan oleh manajemen Darma Agung.
"Dengan dibukanya kembali THM Darma Agung Club 41 kegirangan Ratusan karyawan menjadi signal yang baik dalam memperkecil angka Pengangguran di kota Palembang dan secara umum di Sumsel".
- Meskipun pemerintah telah berupaya mempermudah melalui sistem Online Single Submission (OSS), praktik di lapangan—terutama di tahap verifikasi teknis dan penerbitan izin turunannya—sering kali memakan waktu tak pasti dan rentan praktik pungli terselubung. Kasus-kasus izin yang "nyangkut" atau bahkan dipertanyakan legalitasnya, seperti yang pernah terjadi pada beberapa tempat usaha besar, menciptakan sinyal bahaya bagi calon investor lain.
- Perizinan yang berlarut-larut otomatis meningkatkan cost investasi. Biaya operasional pra-produksi membengkak, dan rencana bisnis terancam tidak realistis. Bagi pengusaha, mindset "pergi ke tempat yang lebih mudah" menjadi pilihan logis, dan Palembang kehilangan peluang emas tersebut.
Ketika pintu investasi tertutup atau sulit ditembus, dampaknya terasa langsung pada masyarakat. Puluhan ribu jiwa yang menganggur—terutama dari kelompok usia produktif—kehabisan opsi. Frustrasi ekonomi ini, dalam teori sosiologi kriminal, seringkali menjadi akar utama melonjaknya kejahatan jalanan.
Data menunjukkan, jenis kriminalitas yang mendominasi Palembang adalah Pencurian Kendaraan Bermotor (Curanmor) dan Pencurian dengan Pemberatan (Curat). Jenis kejahatan ini adalah kejahatan oportunistik yang didorong oleh kebutuhan mendesak akan uang tunai. Ini adalah gejala paling nyata dari kegagalan sistem dalam menyediakan penghidupan yang layak.
Adapun yang barusan terjadi beberapa hari terkahir, "Seorang pemuda menusuk orang gegara uang 2000 (Dua ribu rupiah) dan perampokan yang mengakibatkan nyawa melayang.
"Pemerintah harus menarik para Investor dan wajib mendukung Pelaku usaha sehingga lapangan pekerjaan semakin banyak, otomatis pengangguran berkurang. Angka Kriminalitas berkurang. Jangan mengganggu Investasi yang sudah berjalan".
Ironisnya, kriminalitas yang tinggi justru menjadi faktor penghalang kedua bagi investasi. Investor tidak hanya mencari efisiensi birokrasi, tetapi juga jaminan keamanan. Jika Palembang dianggap sebagai kota dengan tingkat kerawanan tinggi, modal akan lari, dan lingkaran setan kemiskinan serta kejahatan ini akan terus berputar.
Pemerintah Kota Palembang harus secara radikal mengevaluasi seluruh proses perizinan. Tidak cukup hanya dengan janji, tetapi perlu tindakan tegas:
- Audit Menyeluruh: Melakukan audit menyeluruh terhadap setiap tahapan perizinan yang terbukti menghambat investasi.
- Kecepatan dan Transparansi: Menerapkan standar waktu yang ketat dan transparan dalam penerbitan izin, tanpa ruang negosiasi di bawah meja.
Jika Palembang tidak segera membuka keran investasi dengan menjamin kemudahan birokrasi dan menertibkan ormas yang sering mengganggu Pelaku usaha atau Investasi, angka TPT akan stagnan atau bahkan naik, dan gelombang kriminalitas akan terus memburuk.
Pengangguran adalah krisis ekonomi, sementara kriminalitas adalah krisis sosial yang diakibatkannya. Masa depan Palembang sangat bergantung pada keberanian Pemkot untuk memangkas pita merah yang selama ini mengikat potensi besar kota ini.

