REFORMASI-ID | Nasional - Terkait dengan JHT perlu kita lihat terlebih dahulu semangat filosofi diberlakukan JHT di Indonesia, merupakan untuk melindungi dan menjamin pekerja yang sudah tidak produktif bekerja agar tetap memiliki penghasilan yang cukup untuk melanjutkan kehidupannya. Hasil konferensi lnternational Labour Organization (ILO) menyebutkan penyediaan jaring pengaman sosial yakni jaminan pensiun. Kamis, 17 Februari 2022.
Dalam keterangannya, M. Zainul Arifin, S.H., M.H, (MZA) pemerhati ketenagakerjaan menyampaikan, Sementara di Indonesia dikenal dengan JHT yang diklasifikasi menjadi tiga bagian bagi pekerja yang mengikuti program BPJS ketenagakerjaan, yakni Pekerja yang memasuki usia pensiun, pekerja yang berhenti bekerja karena cacat total tetap, dan pekerja yang meninggal dunia. Namun yang menjadi polemik bagi pekerja adalah pengaturan usia pensiun yang dianggap terlalu lama minimal 56 tahun, sehingga tidak dapat dicairkan sewaktu-waktu jika pekerja tersebut memiliki kebutuhan yang mendesak.
"Berbeda dengan negeri Jiran yakni Malaysia program kebijakan pemerintahnya dengan istilah Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP) tahun 2020 dapat dicairkan bagi Pekerja yang hanya mengalami dampak dari Covid-19," ujarnya.
Ia juga menambahkan, dengan situasi dan kondisi dampak Pandemi Covid-19 yang tak kunjung dapat terselesaikan dan bahkan berkembang dengan cepat menjadi varian omricon yang berpengaruh bagi kemajuan dunia usaha yang mengakibatkan PHK dan pengguran semangkin bertambah, maka tidak tepat kebijakan Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Permenker No. 2/2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua.
"Kebijakan Permenker tersebut sangat jelas bertentangan dengan asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (AAUPB) yakni Asas Kemanfaatan, Asas Ketidakberpihakan, Asas Kecermatan, dan Asas Kepentingan Umum, dimana suatu Beschikking yang diterbitkan pemerintah harus dapat mengakomodir kepentingan objek hukum yang mengaturnya dalam hal ini Buruh atau pekerja," tegasnya.
Jadi sangat wajar, lanjutnya, Menteri Ketenagakerjaan merupakan Menteri yang dinilai Gagal oleh kaum buruh berdasarkan deretan catatan kebijakan yang tidak pro buruh dan Menteri lebih mengakomodir kepentingan pengusaha, salah satunya kebijakan tentang PHK dimasa Pendemi Covid-19 perusahaan diberikan ruang untuk menunda memenuhi hak-hak pekerja bagi perusahaan yang terdampak Covid-19.
"Presiden Jokowi sudah seringkali menyampaikan kepada kabinetnya bahwa seorang Menteri yang diberikan amanah untuk melayani kepentingan rakyat harus memiliki nilai-nilai sense of crisis di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini. Namun apa yang terjadi Ibu Ida sebagai Menteri tidak memiliki nilai itu dan melawan perintah Presiden, sudah barangtentu Presiden wajib mengevaluasi dan mengganti Menteri Ketenagakerjaan dari Partai PKB tersebut," ungkapnya.
"Maka perlu ada perlawanan dari rakyat kebijakan Menteri Ketenagakerjaan yang tidak pro rakyat harus dilakukan perubahan atau dicabut. Dampak Permenker ini sesungguhnya bukan hanya kalangan buruh yang merasakan tapi pekerja formal perkantoran juga mengalami hal yang sama. Untuk itu dilakukan upaya perlawanan hukum yang konstitusional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku salah satunya melakukan gugatan Ke PTUN Jakarta atas diterbitkanya Permenker No 2/2022 untuk dibatalkan berdasarkan Putusan Majelis Hakim. Karena Permenker tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan dan Asas Umum pemerintahan yang baik (AAUPB) sebagaimana disebutkan didalam Pasal 53 ayat (2) tentang PTUN," pungkasnya.