REFORMASI-ID | Jakarta — Seratus advokat yang tergabung dalam Tim Advokat Penegak Hukum Anti Premanisme (TUMPAS) menggelar konferensi pers di Gedung Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025). Dalam pernyataannya, mereka mendesak Kapolri dan jajaran penegak hukum untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap aksi-aksi premanisme yang dinilai semakin meresahkan masyarakat dan mengancam perekonomian nasional.
Konferensi pers yang berlangsung sejak pukul 16.00 hingga 18.00 WIB itu dipimpin langsung oleh Saor Siagian, SH, MH, selaku koordinator TUMPAS. Ia hadir bersama sejumlah perwakilan tim advokat lainnya, antara lain Robert Keytimu, SH, dan Daniel Hutabarat, SH, MH. Ketiganya sebelumnya telah mengadakan audiensi tertutup dengan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, yang mewakili Kapolri.
“Premanisme hari ini bukan hanya soal pungutan liar dan ancaman fisik di lapangan, tapi sudah menjadi ancaman terhadap kepastian hukum dan iklim investasi di Indonesia,” kata Saor dalam keterangannya kepada wartawan usai audiensi. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam melihat gejala pembiaran yang terus terjadi terhadap berbagai bentuk kekerasan informal tersebut.
Desakan kepada Kapolri
Dalam pernyataan tertulis yang dibagikan kepada media, TUMPAS secara tegas meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk menginstruksikan jajarannya menindak tegas aksi-aksi premanisme di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Saor, maraknya kekerasan oleh oknum yang mengaku sebagai pengelola parkir, keamanan pasar, atau “pengatur wilayah” tidak hanya merugikan masyarakat kecil, tetapi juga menyandera ekonomi nasional.
“Kami meminta agar Kapolri dan seluruh institusi hukum tidak kalah menghadapi para preman ini. Kalau tidak ditindak hari ini, mereka bisa menjadi kekuatan liar yang sulit dikendalikan negara,” ujar Saor.
Menurut Saor, bentuk-bentuk premanisme yang kerap terjadi antara lain intimidasi terhadap pedagang pasar, pemaksaan pembayaran jasa keamanan, serta kekerasan fisik terhadap warga yang menolak membayar pungutan liar. Dalam kasus tertentu, premanisme bahkan melibatkan jejaring kekuasaan informal yang sulit disentuh oleh aparat.
“Kalau perlu, penindakan dimulai dari para pimpinan jaringan preman itu sendiri. Ini harus diusut tuntas hingga ke akar-akarnya,” tambahnya.
Ancaman bagi Iklim Investasi
Dalam paparannya, Tim TUMPAS menyoroti dampak jangka panjang premanisme terhadap dunia usaha. Mereka menilai bahwa keberadaan kelompok-kelompok pemeras ini menimbulkan ketidakpastian hukum, yang pada akhirnya membuat investor, baik lokal maupun asing, enggan menanamkan modal di Indonesia.
“Investor butuh jaminan bahwa hukum ditegakkan dan usaha mereka tidak diancam oleh kekuatan non-negara yang semena-mena. Kalau negara kalah menghadapi premanisme, maka yang rugi adalah kita semua,” ujar Daniel Hutabarat, salah satu anggota tim.
Ia mengingatkan bahwa keamanan bukan hanya urusan kepolisian semata, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan keberanian aparat dalam bertindak.
Deretan Nama Advokat
Tim TUMPAS terdiri atas 100 advokat dari berbagai latar belakang dan organisasi profesi. Di antara mereka adalah nama-nama yang sudah dikenal publik dalam berbagai advokasi publik, seperti Dr. Turman M. Panggabean, SH; Vincent Mbete Wange, SH; Evan Gumandang Sitorus, SH; Dr. Nelson Simanjuntak, SH; Dr. Eleonora Moniung, SH, MH; dan Sugeng Teguh Santoso, SH.
Kehadiran ratusan advokat ini dimaksudkan sebagai sinyal kuat bahwa masyarakat sipil, khususnya komunitas hukum, siap mendampingi dan mendorong tindakan hukum terhadap kelompok-kelompok preman yang selama ini seolah dibiarkan bebas beroperasi.
“Kami ingin menunjukkan bahwa kekuatan hukum dan masyarakat masih ada. Negara tidak boleh kalah,” ujar Robert Keytimu, SH.
Situasi Aman dan Terkendali
Pantauan Media Reformasi di lokasi menyebutkan bahwa kegiatan konferensi pers berlangsung tertib dan aman. Tidak tampak adanya ketegangan berarti selama acara berlangsung. Usai menyampaikan pernyataan kepada media, rombongan Tim TUMPAS membubarkan diri sekitar pukul 18.00 WIB.
Menurut keterangan panitia, pertemuan dengan Kabareskrim bersifat internal dan terbatas hanya pada tiga perwakilan advokat. Namun, seluruh tim hadir untuk menunjukkan dukungan moral dan politik terhadap upaya pemberantasan premanisme secara menyeluruh.
“Kami datang bukan untuk membuat gaduh, tapi membawa harapan masyarakat yang sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan akibat premanisme,” kata Saor.
Catatan Penutup
TUMPAS menyatakan bahwa ini baru langkah awal. Mereka akan terus memantau kinerja kepolisian dan pemerintah dalam menangani persoalan premanisme. Bila perlu, mereka akan membentuk posko-posko pengaduan publik agar masyarakat bisa melaporkan tindakan premanisme di lingkungan mereka secara langsung kepada tim hukum.
“Ini soal keberanian negara untuk melindungi rakyatnya. Kalau kita tidak tegas hari ini, anak cucu kita yang akan menanggung akibatnya,” pungkas Saor.
Laporan: Dani Prasetya | Foto: Dokumentasi TUMPAS
Editor: Mahar Prastowo