REFORMASI-ID | Tangerang -- Jaksa penuntut umum (JPU) PN Tangerang menghadirkan satu saksi dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak JPU kasus NET89.
Jaksa menyebut satu saksi yang dihadirkan tersebut adalah ahli hukum pidana yaitu Dr. Chairul Huda, SH, MH untuk dimintai keterangan terkait SEMA No.5/2021 yang mengatur interkoneksi antara perkara Praperadilan dengan pokok perkara.
"Pada hari ini kami menghadirkan satu orang saksi. Dimana kami ingin meminta penjelasan terkait adanya SEMA Nomor 5 tahun 2021 perkara tindak pidana sudah diputuskan dalam perkara Praperadilannya,” kata JPU PN Tangerang di Pengadilan Negeri Tangerang. Rabu, (01/10/2023).
“Terkait putusan kamar MA tahun 2021 tentang pidana, mengatur interkonekasi antara perkara praperadilan dengan pokok perkara, jadi pokok perkara sudah dimulai maka praperadian sudah gugur dimana sudah dilimpahkan ke pengadilan sudah menjadi terdakwa sehingga tidak menghalangi pemeriksaan dipengadilan yang mana ranahnya hakim pengadilan dalam pokok perkara ini," ujar Chairul Huda, dalam kesaksiannya secara daring di PN Tangerang.
Dalam persidangan yang digelar diruang sidang 3 dimana JPU melanjutkan pertanyaan kepada saksi ahli hukum pidana saat putusan praperadilan hanya satu ditetapkan dimana status tersangka dianulir dan pokok permintaan yang lain tidak dikabulkan oleh hakim Praperadilan sehingga SEMA Nomor 5 tahun 2021 ini bisa diteruskan atau tidak dalam pembuktian.
“Jadi putusan praperadilan mengikat semua pihak tapi jika termohon hanya penyidik jadi hanya ranahnya penyidik saja sehingga tidak mengikat penuntut umum termasuk hakim karena bukan sebagai termohon, oleh karena itu dalam perkara ini masuk dalam ranahnya hakim pengadilan dalam pokok perkara sehingga putusan praperadilan menjadi gugur,” lanjut saksi ahli dalam penjelasannya.
Bionda Johan Anggara, SH, MM. penasehat hukum para korban menyatakan bahwa penjelasan dan keterangan saksi ahli yang dihadirkan oleh JPU sudah tepat dan sesuai dengan aturan hukum dalam SEMA.
“Jika kita melihat SEMA No.5/2021 pada butir 3 dimana perkara tindak pidana, sejak berkas perkara dilimpahkan dan diterima oleh pengadilan maka serta merta menggugurkan pemeriksaan praperadilan sebagaimana pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP karena sejak dilimpahkan perkara pokok kepengadilan status ke 3 tersangka ini berahli menjadi terdakwa sehingga ini masuk dalam ranahnya hakim pengadilan," jelas Bionda selaku PH korban Net89.
Lanjutnya, hakim tidak perlu ragu-ragu atau mempertimbangkan dalam putusan nantinya karena sudah jelas praperadilan terdakwa sudah gugur dan hanya mengikat pihak pemohon dan termohon saja dalam hal ini penyidik sehingga jika ada pernyataan yang multi tafsir harus dikesampingkan dengan berpedoman kepada SEMA No.5 tahun 2021, didalam Kuhap 183 hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan juga adanya keyakinan hakim bahwa terdakwa ini memang bersalah.
Oleh karena itu, sambungnya menerangkan, jika dalam pembuktian nanti kurang alat buktinya maka putusan praperadilan bisa selaras dengan putusan nantinya.
"Putusan praperadilan ini merupakan hak bagi terdakwa tapi kami selaku kuasa hukum para korban mempunyai keyakinan bahwa dalam pengadilan ini JPU sudah mempunyai dua alat bukti yang cukup sesuai dengan KUHAP 184 untuk menjerat terdakwa yang telah merugikan banyak korban dan kasus ini sudah menjadi perhatian publik sehingga alat buktinya pasti yang berkualitas untuk menjerat para tersangka dan mengembalikan dana korban," pungkasnya.
Terlihat hadir dalam persidangan, Bionda Johan Anggara, SH, MM. selaku kuasa hukum para korban didampingi Muhammad Zainul Arifin, SH, MH dan Medioni Anggari, SH, MM. yang tergabung dalam MZA Lawfirm & Partners. (**)