Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Update

8/recent/ticker-posts

Praktek Dugaan Pungli Menghantui PMI yang Ingin Bekerja di Malaysia


REFORMASI-ID| Jakarta - Diduga praktek Pungli mulai membayangi PMI yang ingin bekerja di Malaysia. Sejak tanggal 2 Januari 2023 bagi para calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mau bekerja untuk ditempatkan ke negara Malaysia, pihak P3MI diwajibkan mengurus Visa Dengan Rujukan (VDR) menggunakan pihak ketiga yang diduga dianjurkan oleh Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, yang bernama VIMA (Visa Malaysia Agency), dengan wajib membayar sebesar kurang lebih Rp 1.115.600 (satu juta seratus lima belas ribu enam ratus rupiah). Kamis, 5 Januari 2023.

Atas anjuran tersebut terdapat kenaikan hampir 23 kali lipat dari sebelumnya, yang mana selama ini dalam hal P3MI yang mengurus VDR,  langsung dapat berhubungan dengan pihak kedutaan besar /konsulat jenderal/konsulat Malaysia di beberapa tempat, dengan biaya sebesar RM 15 (lima belas Ringgit Malaysia), sekitar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah). Melalui sebuah sistem temu janji online (STO) yang disediakan pihak Malaysia. 

Menurut Wisnu sebagai Pemerhati Penempatan PMI, Apa yang dilakukan VIMA dalam hal pungutan tersebut, dapat diduga adanya unsur Pungutan Liar (Pungli) yang merugikan kepentingan calon PMI. Diduga adanya  pelanggaran Pasal 11 angka 2 MoU/perjanjian antara Indonesia dan Malaysia tentang penempatan PMI yang telah ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan RI dan Menteri Sumber Manusia Malaysia, serta disaksikan Presiden Republik Indonesia dan Perdana Mentri Malaysia pada tanggal 1 april 2022.



"Pasal 11 angka 2, yakni, Bahwa setiap biaya yang timbul akibat penerapan kebijaksanaan, hukum, peraturan dari pemerintah Malaysia akan menjadi beban pihak employer dan dibayar penuh di wilayah hukum Malaysia," jelasnya.

Masih menurutnya, sementara kegiatan yang dilakukan VIMA tersebut diketahui di Kuningan City Jakarta yang merupakan wilayah NKRI dan diluar wilayah yurisdiksi Malaysia.

"Jelas kegiatan ini telah menodai kedaulatan hukum di wilayah NKRI serta menyinggung rasa nasionalisme kami, dan menjadikan tambahan beban biaya yang sangat berat bagi calon PMI atau P3MI, khususnya yang akan bekerja pada perusahaan yang tidak membiayai penempatan PMI (Syarikat Non RBA) di Malaysia, sebagaimana diatur Peraturan BP2MI No 9/2020, bagi pengguna berbadan hukum, diluar 10 jabatan tertentu," tegas Wisnu.

Hal senada disampaikan oleh Zainul Arifin sebagai Koordinator Forum Pekerja Migran Indonesia (FPMI), informasi yang kami dapatkan VIMA ini tidak jelas wujud dan dasar hukum ia ditunjuk sebagai pihak ketiga untuk menerima sejumlah uang, namun faktanya kegiatan ini telah berjalan, untuk itu jelas telah melanggar MOU. Maka berpotensi melakukan dugaan perbuatan melawan hukum yakni pungutan liar. 

"Untuk itu kita meminta kepada Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar untuk bertindak tegas atas dugaan tersebut agar Calon PMI yang ingin bekerja ke Malaysia, terlebih pada Syarikat Non RBA tidak dirugikan," paparnya.

Untuk itu, katanya menutup pembicaraan, dalam waktu dekat kami akan membuat aduan secara resmi kepada Presiden RI, DPR RI, Kemenlu, Menkopolkam, Kemenaker, Mabes Polri atas dugaan tersebut, dan kita meminta pemerintah Indonesia untuk dapat mengkaji ulang MoU tersebut dan bila perlu dihentikan sementara pengiriman Calon PMI ke Malaysia. 

Diketahui M. Zainul Arifin (MZA), S.H., M.H., adalah seorang pengacara kondang yang juga mantan TKI di Malaysia.

(Red)