REFORMASI-ID | Jakarta - Menteri Luar Negeri Republic of China (Taiwan) Jaushieh Joseph Wu menyatakan, komunitas global menghadapi sejumlah krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, dari tantangan pandemi COVID-19 dan perubahan iklim hingga invasi Rusia di Ukraina.
“Dan sekarang adanya intimidasi militer China yang meningkat akan membahayakan perdamaian dan stabilitas regional. Semua ini akan berdampak pada keamanan dan kesejahteraan dunia,” kata Menlu Taiwan sebagaimana dikutip Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Jakarta dalam siaran persnya yang diterima Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Rabu (14/9/2022).
Disebutkan, para anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang akan bertemu kembali di New York tahun ini perlu mengingatkan kepada para pemimpin dunia bahwa semua orang termasuk rakyat Taiwan layak untuk didengar suaranya dan menjadi bagian dari upaya bersama untuk mengatasi banyak tantangan demi kepentingan global.
Taiwan tidak dapat berpartisipasi dalam forum kerjasama global terbesar dan terpenting karena tekanan tanpa henti oleh RepublikRakyat China (RRC).
Dengan sengaja menggunakan prinsip "One China" melalui resolusi Majelis Umum PBB (UNGA) 2758 - resolusi yang menentukan siapa yang mewakili "China" dalam organisasi dunia sekitar 50 tahun yang lalu, Beijing menyebarkan pernyataan bahwa Taiwan adalah bagian dari RRC.
Padahal, menurut Menlu Taiwan, status quo selama ini adalah bahwa ROC (Taiwan) dan RRC merupakan yurisdiksi yang terpisah. Rakyat Taiwan hanya dapat diwakili oleh pemerintah yang terpilih secara demokratis.
Penafsiran yang salah dari resolusi UNGA 2758 telah lama menghilangkan hak Taiwan untuk berpartisipasi dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga khususnya, selain juga telah menolak kontribusi Taiwan untuk komunitas internasional.
Disebutkan juga, Piagam PBB menyatakan dengan jelas bahwa tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah menjaga kedamaian dan stabilitas internasional, dan bahwa perselisihan internasional harus diselesaikan dengan cara yang damai.
Namun Beijing terus melakukan latihan militer di daerah sekitar Taiwan, mengganggu status quo di Selat Taiwan, meningkatkan ketegangan, mempengaruhi perdagangan dan transportasi internasional, dan memberikan resiko terhadap perdamaian dan keamanan regional.
Tindakan yang tidak bertanggung jawab seperti itu perlu dikecam. PBB memungkinkan untuk melarang anggotanya melakukan hal semacam itu agar organisasi bisa kembali sesuai dengan agenda politiknya sendiri.
Menyetujui klaim China atas Taiwan hanya akan mengacaukan wilayah tersebut yang juga bertentangan dengan tujuan PBB.
Taiwan secara tegas akan mempertahankan kedaulatan dan keamanannya. Sebagai anggota masyarakat internasional yang bertanggung jawab, Taiwan akan terus berupaya mempertahankan diri sebagai respons terhadap provokasi China dan bekerjasama dengan negara-negara yang berpikiran sejalan dengan Taiwan untuk menjunjung tinggi perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut.
Taiwan akan terus memenuhi tanggung jawab internasional dengan secara aktif berkontribusi pada masyarakat internasional, dan tantangan global mengharuskan masyarakat internasional untuk berupaya mengatasinya secara bersama-sama.
Taiwan telah terbukti menjadi mitra yang andal dan diperlukan. Mari bekerjasama sebagai satu kesatuan untuk kepentingan global! Demikian Menlu Taiwan.
(Red)