Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Update

8/recent/ticker-posts

Kuasa Hukum Pelapor Berharap Oknum ASN Sidoarjo Ditetapkan Status Tersangka



REFORMASI-ID | Surabaya - Dugaan perkara pengancaman dan pemerasan atas laporan polisi nomor LP-B/360/IV/RES.1.19/2021/RES/RESKRIM/SPKT Polrestabes Surabaya, tertanggal 21 April 2021 telah memasuki tahap penyidikan. 

Hal ini diketahui dari terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) No. B/34/III/RES.1.19/2022/SATRESKRIM, tertanggal 04 Maret 2022 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya.

Sementara sampai berita ini diterbitkan, terlapor YW (47), warga Jl. Karang Pilang, Kelurahan/Kecamatan Karang Pilang, Surabaya, yang diketahui sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Sidoarjo, masih status saksi dan belum ditetapkan tersangka. 

Sehingga pelapor Tina Sundartina dan kuasa hukumnya Dwi Heri Mustika, S.H, Reni Kumalasari, S.H dan Bravicha Bunga Vitriana bertandang ke Polrestabes Surabaya, Kamis (04/08/2022) siang.

Kuasa Hukum Reni Kumalasari, S.H, menjelaskan bahwa kedatangannya bersama pelapor semata-mata hanya ingin menanyakan perkembangan perkara kliennya (Tina Sudartini) dan memohon penetapan status tersangka kepada terlapor YW. 

“Kami ucapkan terima kasih sekaligus apresiasi kepada Kapolrestabes Surabaya, Bapak Kombes Pol Akhmad Yusep Gunawan dan Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Bapak AKBP Mirazal Maulana," ujar Rere panggilan akrab Reni Kumalasari, SH. 

"Berkat keseriusan dan perhatian beliau, perkara klien kami akhirnya naik ke penyidikan di bulan Maret 2022 kemarinkemarin," ucapnya. 

"Kami berharap dan memohon kepada beliau agar terlapor ditetapkan statusnya sebagai tersangka. Demi keadilan bagi klien kami yang sudah melaporkan perkara ini sejak 21 April 2021,” katanya. 

Rere menambahkan, perkara ini bermula dari hutang piutang antara kliennya dan YW. 

"Namun YW diduga melebihi kewenangan ‘menarik’ sepeda motor kliennya yang disinyalir disertai ancaman akan merusak nama baiknya," jelasnya. 

Sehingga, sambung Rere, pelapor Tina yang ketakutan membawa motornya ke rumah YW dan langsung dikuasai YW.

"Akibat hal tersebut kliennya melaporkan YW ke Polrestabes Surabaya," terangnya. 

“Sejak berjalannya perkara, YW kurang kooperatif, sehingga pihak Unit Resmob Reskrim Polrestabes Surabaya yang sempat melayangkan panggilan 2 (dua) kali, terpaksa segera menjemput paksa YW," tegasnya. 

“Polisi berhasil mengamankan sepeda motor Honda beat Nopol. L 4083 ET milik klien kami,” tandasnya. 

Ditempat terpisah, Kuasa Hukum Dwi Heri Mustika, S.H menambahkan pihaknya mengetahui bahwa istri YW telah melakukan upaya hukum, gugatan wanprestasi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. 

“Gugatan perdata wanprestasi oleh IGR (Istri YW) dikabulkan oleh Majelis Hakim PN Surabaya," tutur Dwi. 

"Pada hari Jumat, 29 Juli 2022, kami telah upaya banding dan sudah diterima PN Surabaya,” tegasnya. 

Dwi menerangkan, setahu dirinya tidak ada surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang melarang penyidik Polri menangani laporan dari masyarakat tentang dugaan-dugaan kasus pidana, jika tuntutan perdata atas kasus tersebut sedang diperiksa di pengadilan. 

“Selain itu SEMA tidak mempunyai kekuatan untuk melarang penyidik Polri," ucapnya. 

"Hal itu bias kita baca di Pasal 12 ayat (3) Undang-undang (UU) No. 1 Tahun 1950 tentang Susunan, Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia," imbuh Dwi. 

Dimana intinya berbunyi, lanjut Dwi menerangkan, MA berhak memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang dipandang perlu dan berguna kepada pengadilan dan para hakim tersebut, baik dengan surat tersendiri maupun dengan Surat Edaran. 

"Jadi Surat Edaran MA hanya berlaku untuk internal pengadilan dan para hakim, tidak boleh mengatur penyidik Polri,” pungkasnya. (*)