Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Update

8/recent/ticker-posts

Tilep Uang Negara Rp 8,8 Triliun, Jaksa Agung Tetapkan Eks Dirut Garuda Indonesia Jadi Tersangka


REFORMASI-ID | Jakarta - Kejaksaan Agung telah menetapkan dua orang tersangka kasus korupsi Pengadaan Pesawat Udara pada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2011 s/d 2021.

Hal ini disampaikan oleh Jaksa Agung ST. Burhanuddin saat menggelar konferensi pers di Lobby Utama Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin 27/6.

"Telah ditetapkan dua tersangka baru, yakni Direktur Utama PT. Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (ES), dan Direktur PT. Mugi Kerso Abadi, Soetikno Soedardjo (SS)," kata Burhanuddin.

Namun demikian, ia mengatakan, pihaknya tidak melakukan penahanan terhadap tersangka, lantaran kedua tersangka sedang menjalani masa tahanan kasus korupsi yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tersangka tidak kita tahan, karena para tersangka sudah menjalani pidana kasus PT. Garuda Indonesia yang ditangani KPK," tegas Burhanuddin.

Akan tetapi, masih kata Burhanuddin, tersangka ES kini tengah ditahan di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, dalam perkara suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.

"Kedua tersangka disangkakan pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18, pasal 3 Jo. Pasal 18 tentang tindak pidana korupsi," tandasnya.

Sebelumnya, dalam perkara Pengadaan Pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600 oleh PT. Garuda Indonesia Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka yakni, Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia periode 2011-2012, Setijo Awibowo. Lalu, Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014, Agus Wahjudo, dan Vice President Treasury Managemen Garuda Indonesia periode 2005 -2012 Albert Burhan.

Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600 oleh PT. Garuda Indonesia yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip PPA, prinsip pengadaan BUMN, dan Business Judgment Rule, negara mengalami kerugian mencapai Rp 8,8 triliun.

[TB]