REFORMASI-ID | Terkini - M. Zainul Arifin, S.H., M.H. (MZA) : kepala BP2MI membebankan hutang kepada PMI (Pekerja Migran Indonesia), bukan pembebasan biaya, malah pembebanan hutang. Jum'at, (13/08/2021).
Saat dikonfirmasi via chat WA, M. Zainul Arifin, S.H., M.H. Direktur Pusat Penyelesaian Permasalahan Warga Negara Indonesia (P3WNI) yang juga ketua advokasi dan hukum Barisan Relawan Nusantara (Baranusa), menanggapi kegiatan Launching BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) yang dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2021 kemarin, melalui facebook live resmi BP2MI tentang pembebasan biaya bagi PMI melalui KUR (keridit usaha rakyat) tanpa anggunan.
"Pemerintah seharusnya 2 tahun yang lalu sudah membuat formulasi anggaran terkait amanah UU No. 18 th 2017 tentang Perlindungan PMI, namun faktanya sudah 4 tahun UU tersebut norma yang mengatur terkait pembebasan biaya bagi penempatan PMI belum dapat dilaksanakan," tuturnya.
"Kami menilai bahwa program yang Launching BP2MI tidak mensejahterakan PMI malah PMI dibebani dengan jeratan hutang diawal proses keberangkatan. Sangat jelas didalam ketentuan Pasal 30 ayat (1) UU No. 18 th 2017 tentang Perlindungan PMI, bahwa "PMI tidak dapat dibebani biaya penempatan". Sementara ayat 2, bahwa "mengenai biaya penempatan diatur oleh peraturan kepala badan". Dalam hal ini kepala BP2MI," terangnya.
Ia juga menjelaskan," BP2MI membuat peraturan BP2MI No. 9 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI. Didalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan BP2MI tersebut jelas menyebutkan bahwa "PMI tidak dapat dibebani baiaya penempatan". Sementara di ayat (4) bahwa "biaya penempatan seperti: tiket keberangkatan, tiket pulang, visa kerja, legalisasi perjanjian kerja, jasa perusahaan, pergantian paspor, SKCK, jaminan sosial PMI, pemeriksaan kesehatan, transportasi lokal, dan akomodasi dibebankan kepada pemberi kerja. Sementara diketentuan ayat (5) bahwa "biaya penempatan seperti pelatihan kerja, dan sertifikat kompetensi kerja dibebankan kepada Pemerintah Daerah".
"Dari ketentuan norma yang ada di Pasal 30 UU No. 18 th 2017 dan Pasal 3 Peraturan BP2MI No. 9 tahun 2020, sangat jelas bahwa PMI tidak dapat dibebani biaya satu sen pun alias GRATIS. Telah nyata Program dengan memberikan pinjaman KUR kepada PMI bertentangan dengan UU No. 18 th 2017 dan Peraturan BP2MI No. 9 th 2020," lanjutnya.
Lebih lanjut," Akan tetapi tiba-tiba kepala BP2MI memaksa PMI untuk membuat pinjaman Bank dengan sistem KUR yang artinya semua biaya penempatan PMI ditanggung sendiri oleh PMI dengan cara berhutang yang mesti nantinya wajib dibayar oleh PMI. Malah formulasi pinjaman KUR nya masih belum jelas seperti apa kapan kembalianya dan berapa bunga pinjaman banknya. Kebijakan seperti ini kebijakan yang keliru didalam memahami norma peraturan perundangan-undangan".
"Sementara diketentuan ayat 4 Peraturan BP2MI No. 9 tahun 2020. Sangat tegas menyebutkan bahwa "PMI dan keluarganya tidak dapat dibebani pinjaman yang dipaksakan secara sepihak oleh pihak manapun sebagai biaya penempatan yang menimbulkan kerugian sepihak atau berakibat kepada pemotongan penghasilan selama bekerja di negara penempatan". Launching BP2MI sangat jelas menggandeng Bank BNI sebagai partner pinjaman, yang artiya menutup celah Bank lain, bukankah ini namaya pemaksaan terhadap PMI untuk wajib meminjam KUR di Bank BNI," ungkapnya.
"Malah sistem pinjaman ini sudah pernah diterapkan pada saat UU yang lama yakni UU No. 39 th 2004 tantang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, karena UU ini dianggap tidak efektif maka diganti dengan UU No. 18 th 2017. Tidak ada yang beda PMI tetap dipaksakan untuk malakukan pinjaman uang di Bank, hanya bedanya yang dulu diberi pinjaman sebelum keberangkatan, dan program yang di Launching ini diawal proses persiapan Calon PMI. Bagimana jika Calon PMI gagal berangkat bisa jadi sakit atau ada masalah lain namun sudah terlanjur meminjamkan uang siapa yang akan membayar, apakah ini bukan jeratan hutang.?, tegasnya.
Seharusnya, kata MZA, sebelum BP2MI membuat suatu kebijakan harus betul-betul dipahami terlebih dahulu aturan main yang berlaku jangan sampai kebijakan yang ditetapkan malah bertentangan dengan aturan peraturan perundang-undangan, bahkan bertentangan dengan aturan yang dibuat sendiri.
"Malah bisa jadi nantinya berpotensi terjadinya Tindak Pidana Korupsi, karena jumlanya cukup bayak. Siapa yang diuntungkan dari sisitem pinjaman bank ini, apakah PMI ataukah ada oknum-oknum yang sengaja memanfaatkan situasi ini, jika memang kebijakan ini harus dilakukan maka perlu ada kerjasama antara BP2MI dan KPK untuk melakukan pengawasan," ujarnya.
Ia juga menambahkan," Sebab anggaran yang diperlukan bagi PMI berdasarkan surat kepala badan BP2MI Nomor B.490/KA/VI/202, tertanggal 16 Juni 2021 tentang Pembiayaan Penempatan PMI yang ditujukan kepada Direktur Utama PT. BNI Tbk. Untuk PMI ke Taiwan besaran biayanya 27-45 juta per orang, PMI ke Hong Kong besaranya 42-44 juta, PMI ke Jepang 22-42 juta, dan PMI ke Korea Selatan 32-34 juta per orang."
"Atau bisa saja kepala BP2MI mencabut Peraturan BP2MI No. 9 th 2020, diganti dengan peraturan yang menyesuaikan dengan program pembiayaan bagi PMI. Namun dengan catatan PMI tidak boleh dibebani biaya ataupun hutang dengan alasan apapun, karena itu adalah perintah UU," harapnya.
"Kepala BP2MI selalu dalam kesempatan meyinggung persoalan ada lentenir yang sengaja memberikan hutang kepada calon PMI dengan bunga yang besar, jika itu ada mengapa beliau tidak melakukan tindakan pelaporan ke penegak hukum, malah terkesan mendiamkan saja dan dijadikan isu jualan bahwa PMI diperas oleh lenterir. Malah program ini memeras PMI dengan cara konsitusi ini sangat berbahaya sekali," lanjutnya.
"Ini membuktikan bahwa Kepala BP2MI Benny Rhamdani telah gagal melaksanakan kewajibannya sebagai lembaga Penempatan dan Perlindungan PMI, bahkan berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka kita minta kepada kepala BP2MI bersifat jantan mengakui kegagalannya dan menempati sumpah jabatan, janji dan komitmen untuk mundur dari kepala BP2MI setalah tgl 15 Juli 2021 yang pernah beliau ucapkan pada awal tahun 2021," pungkasnya.
(Redaksi)