Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Update

8/recent/ticker-posts

Penasehat Hukum Terdakwa AMM Tolak Tuntutan JPU dalam Persidangan Kasus Begal Teluk Pucung


REFORMASI-ID | KOTA BEKASI - Dalam keterangan pers, Edi Utama, S.H., M.A., Penasehat Hukum terdakwa AMM (17) korban salah tangkap pada agenda sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi, Senin, (25/1/21) menyatakan dengan tegas bahwa Ia menolak semua tuntutan yang di sampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

"Kami tolak, setelah mendengar tuntutan JPU pada agenda sidang kemarin, jaksa menuntut ketiga terdakwa anak dalam perkara pembegalan di Jl. Raya Perjuangan Teluk Pucung dengan 10 tahun penjara," kata Edi Utama, kepada awak media, Selasa, (26/1/21).

Jaksa melakukan hal itu, kata Edi sesuai pasal 365 ayat A bahwa dalam penerapannya setengah dari masa hukuman orang dewasa yaitu 20 tahun. Namun untuk terdakwa AMM dia menolak tuntutan JPU dan akan melakukan nota pembelaan (Pledooi).

"Karena ini terdakwa anak-anak jadi yang di terapkan 10 tahun, dan agenda hari ini kami akan melakukan Pledooi atau nota pembelaan untuk terdakwa anak AMM," ucap Edi.

Ia mengatakan akan menyampaikan nota pembelaan terhadap terdakwa anak korban salah tangkap, bahwa anak dibawah umur tidak layak harus menjalani hukuman sesuai tuntutan jaksa.

"Kami akan menyampaikan nota pembelaan untuk meyakinkan hakim, bahwa anak dibawah umur tidak layak harus di hukum sebegitu lamanya di dalam penjara, apalagi anak-anak ini korban salah tangkap," tuturnya.

Ia pun mengungkapkan bahwa jaksa dalam pembacaan tuntutannya tidak menyinggung tentang adanya kesaksian dari tokoh utama dalam perkara tersebut bernama Fajar.

"Fajar dalam kesaksiannya menyatakan bahwa semua yang ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) itu hasil karangannya bukan kenyataan, jadi semua nama yang terlibat itu asal sebut, termasuk AMM, dan ini sudah jadi fakta persidangan," paparnya.

Anak-anak tersebut, lanjut Edi pada saat peristiwa pembegalan itu terjadi tidak berada di tempat kejadian perkara. Selain itu, kata Edi adanya AMM sebagai tokoh sentral dalam perkara ini, berawal dari CCTV buram yang di dapatkan penyidik di lokasi kejadian.

"CCTV tersebut secara kualitas tidak jelas, jadi tidak bisa memastikan bahwa anak-anak itulah pelaku yang saat ini di sidangkan, tidak ada keyakinan akan hal itu sebenarnya," kata Edi.

Ia juga mengemukakan bahwa jaksa dalam melakukan penuntutan terhadap ketiga terdakwa anak dinilai tidak berdasarkan kepada pembuktian yang berkualitas dan terkesan asal jadi tidak menunjukan keseriusan dalam pembuktian.

"Ketiga anak-anak ini dituntut tidak berdasarkan pembuktian yang berkualitas, pembuktian asal jadi, tidak serius untuk membuktikannya di lapangan dan dilakukan semuanya dalam tempo yang sangat cepat, ini patut di sesalkan karena pasal 365 ayat 4 itu hukumannya kejam 20 tahun untuk yang dewasa dan 10 tahun untuk anak-anak," ungkapnya.

Parahnya lagi, kata Edi anak-anak ini tidak bersalah, mereka menyatakan hanya terkait di sebut-sebut oleh yang bernama Fajar.

"Fajar mengatakan pada kesaksiannya dia terpaksa membuat pernyataan bahwa nama-nama yang lain terlibat, hanya karena dia tidak tahan dengan apa yang dia terima di tahanan polsek, dia pun menyerah, maka nama-nama itulah akhirnya di tarik oleh penyidik," kata Edi.

Edi Utama pun menyampaikan bahwa apa yang disampaikannya merupakan fakta-fakta persidangan dan sidang masih berjalan sehingga tidak dapat mengambil kesimpulan terlalu jauh dan mengikuti alur persidangan.

"Sidang masih berjalan, kita ikuti saja dulu alur persidangan, kami hanya menyampaikan fakta-fakta yang terjadi di persidangan yang sudah berjalan, semua ada dalam fakta persidangan jadi saya bisa bicara secara yuridis," pungkas Edi. 


KETUA KPAI ANGKAT BICARA

Sementara itu, Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam keterangannya menanggapi terkait hal tersebut mengatakan turut prihatin anak dibawah umur diduga terlibat dalam tindak pidana.

"Tentu Komnas Perlindungan Anak turut prihatin dimana ada anak dibawah umur yang diduga terlibat melakukan tindakan kejahatan terhadap anak seusianya," kata Arist.

Arist mengemukakan bahwa menurut informasi yang di dapatkan pada peristiwa pembegalan tersebut, dari tujuh pelaku, tiga diantaranya masih di bawah umur atau anak-anak.

"Informasi yang kami terima, dari tujuh terduga pelaku begal dengan kekerasan fisik terhadap seorang anak, ada beberapa terduga pelaku yang berusia dibawah 18 tahun dan selebihnya diatas 18 tahun," imbuhnya.

Menurutnya ketika anak dibawah umur melakukan tindak pidana, maka pidana yang dijatuhkan kepada anak adalah tidak lebih dari 10 tahun, walaupun jaksa menuntut 10 tahun.

"Jika hakim mengabulkan tuntutan jaksa, maka ada perintah pengadilan sesuai dengan undang-undang sistem peradilan anak, bahwa anak itu hanya menjalani sepertiga atau setengah dari tuntutan jaksa atau hakim," ungkap Arist.

KPAI mengharapkan kepada pengadilan, dalam menangani perkara tersebut untuk lebih mengedepankan pendekatan restorasi terhadap anak-anak, sekalipun anak-anak tersebut melakukan tindak pidana.

"KPAI juga berharap kepada pengadilan yang mengadili perkara tersebut untuk lebih mengedepankan restotative supaya ada kesempatan untuk anak itu berubah," tegasnya.

Arist pun menanggapi terkait adanya dugaan penganiayaan terhadap terduga anak dalam menggali keterangan yang di lakukan oleh penyidik, terlebih jika benar terduga adalah anak korban salah tangkap.

"Didalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-undang Perlindungan Anak, bahkan semangat dari Konvensi PBB tidak membenarkan jika ada  penyiksaan apa lagi dengan pemaksaan dan sebagainya terhadap anak," ungkap Arist.

Arist menegaskan bahwa jika benar ditemukan atau terbukti di pengadilan hal tersebut terjadi, maka anak-anak tersebut wajib bebas murni dari segala tuntutan dan pelakunya dapat di hukum sesuai hukum yang berlaku.

"Kalau hal ini benar terjadi adanya penyiksaan atau penganiayaan maka putusan pengadilan batal demi hukum, apalagi jika itu bisa dibuktikan di persidangan, maka anak tersebut bisa bebas secara murni dan pelakunya harus di hukum dan kami KPAI mengutuk keras adanya tindakan pemaksaan bahkan penyiksaan terhadap anak," tutupnya.(Rilis/Red)