Header Ads Widget

Header Ads

Update

8/recent/ticker-posts

Jejak Saham Bupati Konawe di PT MUS Disorot: Kaswara Minta Kejagung Panggil dan Periksa

REFORMASI-ID | ‎Jakarta  — Koalisi Aktivis Mahasiswa Sulawesi Tenggara — Jakarta (Kaswara) menggelar aksi di depan Gedung Kejaksaan Agung, Kamis (13/11). Di bawah langit Ibu Kota, mereka membawa satu tuntutan tegas. Mereka meminta Kejagung harus segera memanggil dan memeriksa oknum yang kini menjabat sebagai Bupati Konawe, menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait aktivitas pertambangan PT Mushar Utama Sultra (PT MUS).

‎Temuan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2024 menjadi dasar aksi. Laporan itu menyebut adanya aktivitas pertambangan PT MUS di kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 3,52 hektare tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Selain itu, perusahaan juga belum menyetorkan dana jaminan reklamasi (jamrek) pascatambang, kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018.

‎“Fakta bahwa PT MUS menambang di HPK tanpa IPPKH adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Kehutanan. Aktivitas seperti ini tidak mungkin terjadi tanpa dukungan atau pembiaran dari pihak tertentu,” kata Ahmad, Presidium Kaswara, dalam orasinya di halaman Kejagung. Ia menegaskan laporan BPK bukan sekadar temuan administratif; bagi Kaswara, itu bukti awal yang layak ditindaklanjuti secara pidana dan perdata.

‎Kaswara semakin menyorot jejak oknum yang kini menjabat Bupati Konawe. Hasil penelusuran mereka menunjukkan nama yang bersangkutan pernah tercatat sebagai salah satu pemegang saham PT MUS sebelum menjabat bupati. “Kami tidak menuduh tanpa dasar. Data BPK memperlihatkan kegiatan ilegal, dan jejak kepemilikan itu perlu diklarifikasi oleh Kejagung,” ujar Ahmad.

‎Aktivis itu juga menekankan aspek lingkungan: ketidaksetoran dana jamrek berimplikasi pada potensi kerusakan ekosistem yang harusnya menjadi tanggung jawab perusahaan untuk direhabilitasi. “Jamrek adalah uang yang disiapkan untuk memperbaiki kerusakan pascatambang. Jika tidak disetor, siapa yang akan memulihkan ekosistem yang rusak?” katanya. 

‎Di hadapan massa, perwakilan Bagian Penerangan Hukum (Penkum) Kejagung menerima dokumen dan memastikan aspirasi tersebut akan diteruskan ke pimpinan untuk ditelaah lebih lanjut. “Kami menerima laporan dan dokumen. Nanti akan kami pelajari dan tindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku,” ujar salah seorang pejabat Penkum yang menemui Kaswara.

‎Kaswara menyatakan tidak puas hanya dengan penerimaan dokumen. Mereka menuntut langkah konkret: pemanggilan pihak perusahaan, pemeriksaan oknum pejabat yang diduga terkait, dan audit terhadap seluruh izin serta kewajiban lingkungan yang belum dipenuhi. Jika Kejagung tidak menunjukkan tindakan tegas, kelompok mahasiswa itu berencana membawa kasus ini ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan depan.

‎“Kasus ini bukan sekadar persoalan teknis, ini soal tata kelola sumber daya dan akuntabilitas pejabat. Kejagung harus bergerak cepat sebelum bukti hilang dan kerusakan makin parah,” kata Ahmad menutup orasinya.

‎Hingga berita ini diturunkan, Kejagung belum mengumumkan langkah lanjutan. Nusantaravoice akan terus memantau proses dan mengupayakan respons resmi dari Kejagung, PT Mushar Utama Sultra, serta Pemerintah Kabupaten Konawe. (Pitra)