Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Update

8/recent/ticker-posts

Diduga Telah Merugikan Negara, Kasus Pemalsuan Dokumen Desa Teluk, Bergulir ke Tahap Persidangan



REFORMASI-ID | Banten - Advokat Satria Pratama SH selaku Owner & Founder Kantor Hukum Satria Pratama & Rekan, memberikan tanggapan atas adanya perkara pidana pemalsuan dokumen di Desa Teluk. 

Satria Pratama menjelaskan dalam perspektif perundang-undangan Indonesia, Administrasi Kependudukan diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut Undang-Undang Administrasi Kependudukan).

Adapun bentuk-bentuk dari dokumen kependudukan tersebut, pada intinya meliputi antara lain  Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el), Akta/Surat Nikah/Cerai, Akta Kelahiran/Kematian, Akta Pengesahan Anak, Pengangkatan Anak, Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan.

Sekilas pemalsuan dokumen kependudukan tampak sederhana, dan sudah lazim terjadi. Namun demikian, meskipun kelihatannya sederhana, pemalsuan dokumen kependudukan dapat menimbulkan dampak yang serius, yakni munculnya berbagai tindak pidana di tengah masyarakat. 

Selain itu, perbuatan pemalsuan atau penyalahgunaan dokumen kependudukan, tersebut juga dapat dikenakan ancaman pidana sesuai ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan menyatakan:

Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta.

Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. Ketentuan pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk Eleketronik dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Aturan tersebut juga mengatur ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan, dengan ancaman penjara enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 75 juta.
Ada pihak-pihak yang secara sengaja tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan untuk kepentingan pribadi dan tentu saja itu merupakan tindak pidana dan akan harus segera ditindaklanjuti.

Kemudian didalam kitab undang-undang hukum pidana juga dijelaskan Tindak pidana berupa pemalsuan suatu surat dapat dijumpai ketentuannya dalam Pasal 263 KUH Pidana yang berbunyi:

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.

Dalam kasus pemalsuan dokumen yang di duga dilakukan oleh Perangkat Desa di Pemerintah Desa Teluk, Satria Pratama menyoroti atas perkara yang melibatkan pemerintah desa Teluk, yaitu perangkat/staf desa Teluk yang diduga melakukan pemalsuan dokumen yang saat ini Kamis tanggal 21 April sedang menjalankan proses persidangan di pengadilan Negeri Pandeglang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Adapun saksi-saksi yang dipanggil oleh Kejaksaan Negeri yaitu; Kepala Desa Teluk saudara Sofyan Hadi dan Sekretaris Desa Teluk saudara Untung untuk, menjadi saksi di dalam persidangan.

Perkara ini mulanya terjadi karena adanya perangkat/staf desa yaitu Saudari Lina, yang dilaporkan karena diduga telah melakukan pemalsuan dokumen surat kematian seseorang warga Teluk, dan selanjutnya Lina memalsukan tanda tangan Sekretaris Desa (Sekdes) yaitu Saudara Untung, yang juga hari ini dipanggil menjadi saksi persidangan di PN PandeglangPandeglang. 

“Ini yang dipalsukan adalah surat keterangan kematian yang surat tersebut diajukan untuk menerbitkan akta kematian dari Disdukcapil Pandeglang" ujar Satria Pratama.

Pemalsuan identitas kematian yang sampai di urus ke Disdukcapil Kab. Pandeglang ini, telah terbit surat kematiannya. Yang pada akhirnya menimbulkan kerugian kepada orang yang sudah dipalsukan kematiannya, fakta nya orang tersebut masih hidup, atas kejadian tersebut, korban berinisial S, saat ini selaku Pelapor, melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisan Polsek Labuan.

Bahwa selain surat kematian ada juga pemalsuan pembuatan surat nikah, Berdasarkan fakta bahwa perangkat/staf desa teluk berinisial AM, tersebut membantu salah satu warga teluk berinisial D, yang saat ini sebagai terdakwa, untuk mengurus surat Nikah, yang dimana terdakwa masih berstatus sebagai suami yang SAH dengan seorang istri berinisial S, yang saat ini sebagai Pelapor. 

Staf desa tersebut membantu membuatkan surat nikah palsu, guna kepentingan terdakwa untuk menikah lagi di daerah Jawa Barat, Blanakan Subang, pernikahan tersebut tercatat resmi di kantor KUA Blanakan pada tanggal 06 November 2020.

"Sedangkan perangkat/staf desa yaitu saudari Lina yang mempunyai peran memalsukan surat kematian, hanya dijadikan sebagai saksi, padahal perbuatannya sudah jelas merupakan perbuatan Pidana, tetapi penyidik mempunyai perspektif lain, oleh karenanya Saudari Lina yang turut dipanggil oleh Kejaksaan Negeri Pandeglang hari ini, dimintakan keterangannya sebagai saksi di persidangan, tetapi saudari Lina hari ini tidak hadir," jelasnya. 

Bahwa ketidakhadiran saudari Lina ini, lanjut Satria, sudah menunjukkan tidak Kooperatif dan bisa di ancam dengan Pasal 224 KUH Pidana “Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru Bahasa menurut Undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan”.

"Dengan adanya peristiwa hukum tersebut maka, ini menandakan lemah nya Verifikasi dan Validasi data yang tidak cermat yang dilakukan oleh pemerintah desa Teluk, karena surat  kematian palsu, dan surat nikah tersebut dibuat oleh pihak desa Teluk. Sehingga tidak menutup kemungkinan pihak desa banyak melakukan kesalahan administrasi," ungkapnya. 

Ia juga menambahkan, bahwa perangkat/staf desa Teluk berpotensi terjadi pungutan liat (Pungli) agar terjadinya kesalahan administrasi dalam hal ini pemalsuan dokumen kependudukan, jadi intinya, siapa saya masyarakat yang ingin dibuatkan surat adminstrasi kemudian menawarkan sejumlah uang kepada pihak desa, maka pihak desa siap membuatkan surat tersebut sekalipun melanggar aturan dan perundang-undangan yang berlaku ini merupakan system yang bobrok dan busuk didalam pemerintahan desa. 

Demikian juga dengan Disdukcapil Kab. Pandeglang yang telah membuat kematian seseorang berdasarkan pengajuan dari desa Teluk, ini juga sama halnya tidak adanya asas kecermatan dan kehati-hatian yang dilakukan oleh disdukcapil pandeglang, dan dugaan kuat bahwa adanya kedekatan antara perangkat/staf desa teluk dengan staf disdukcapil untuk memudahkan perubahan administrasi dalam hal ini pemalsuan dokumen.

"Saya menduga bahwa tidak menutup kemungkinan Pemerintah Desa di Pandeglang akan atau pernah melakukan hal yang sama. Oleh karena itu Sudah sepatutnya dengan kejadian ini, pemerintah kabupaten pandeglang, melakukan reformasi birokrasi dan memberantas oknum-oknum yang telah melakukan perbuatan melawan hukum, guna terciptanya Pemerintah yang Good and Clean Governance," ucapnya. 

Satria Pratama juga mendukung Kejaksaan Negeri Pandeglang untuk mengusut tuntas dan melakukan pengembangan perkara dengan melihat fakta persidangan dan keterangan saksi-saksi, Satria percaya bahwa Kejaksaan Negeri Pandeglang professional dan memiliki kapabilitas yang baik. 

"Sementara kasus ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Pandeglang, Kita menunggu proses persidangan dulu, sampai adanya putusan pengadilan yang bersifat inkracht," pungkasnya. 

(Red)