Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Update

8/recent/ticker-posts

Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Pledoi 7 Terdakwa Debt Collector


REFORMASI-ID | Denpasar - Sidang lanjutan kasus pembunuhan dan kekerasan yang dilakukan oleh tujuh orang Debt Collector (Mata Elang) di Desa Monang Maning Denpasar Barat kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar. Selasa 15/2/2022.

Sidang dengan agenda pembacaan replik yang diketua oleh Hakim Ketua I Putu Suyoga menyatakan, bahwa Penuntut Umum dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak seluruh Nota Pembelaan atau Pledoi yang diajukan oleh tim Penasihat Hukum terdakwa.

Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar telah memberikan tuntutan 14 Tahun penjara kepada terdakwa I Wayan Sadia. Lantaran dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana pembunuhan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP sesuai Dakwaan Penuntut Umum.

Sedangkan keenam terdakwa, Benny Bakar Bessy, Jos Bus Likumahwa, Fendy Kainama, Gerson Patti Waelapia, I Gusti Bagus Christian Alevanto, dan Dominggus Bakar Bessy dituntut 4 tahun penjara, karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana dengan terang-terang dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP sesuai Dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum.

Kasi Intel Kejaksaan Negeri Denpasar Putu Eka Suyantha menjelaskan, Bahwa dalam Replik yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menanggapi Pledoi dari terdakwa I Wayan Sadia menyampaikan Mengenai Jaksa Penuntut Umum tidak mampu menghadirkan saksi yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri peristiwa pidana.

"Penasehat Hukum Terdakwa haruslah belajar Kembali tentang Hukum Pidana, karena alat bukti dalam hukum pidana terdiri sebagaimana dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," kata Putu.

"Alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, tidak hanya alat bukti keterangan saksi yang menjadi titik pembuktian Penuntut Umum dalam Perkara A quo," tambah Putu.

Ia menuturkan, alat bukti surat, Keterangan Ahli, Petunjuk yang timbul dari persesuaian alat bukti dan barang bukti serta pengakuan Terdakwa sendiri, sehingga tidak menjadi alasan kalau keberatannya karena tidak ada saksi yang melihat perbuatan terdakwa secara langsung menyebabkan Tuntutan kepada Terdakwa menjadi batal.

"Berdasarkan surat Tuntutan Perkara A quo maka sebenarnya perbuatan menghilangkan Nyawa korban (I Gede Budiarsana) yang dilakukan oleh Terdakwa sebagaimana Analisa yuridis kami adalah kami buktikan dari alat bukti keterangan Ahli, alat bukti surat, petunjuk dan Keterangan Terdakwa, dimana alat bukti tersebut seluruhnya saling berkesuaian antara yang satu dan yang lainnya, sehingga sah dan meyakinkan menurut hukum atas perbuatan/ tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa I Wayan Sadia," tegasnya.

Berdasarkan hal tersebut, Penuntut Umum memohon agar Majelis Hakim menerima secara keseluruhan jawaban Penuntut Umum atas Pledoi Tim Penasehat Hukum Terdakwa I Wayan Sadia, menolak seluruh pembelaan Penasehat Hukum Terdakwa I Wayan Sadia.

Dalam perkara ini menyatakan Terdakwa I Wayan Sadia bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Requisitoir / Surat Tuntutan Nomor: PDM-0785/DENPA.OHD/10/2021 yang telah kami sampaikan ke hadapan Majelis Hakim yang kami bacakan dalam sidang pada hari Kamis tanggal 3 Februari 2022.

Dijelaskannya, dalam Replik yang disampaikan oleh JPU untuk menanggapi Pledoi dari terdakwa Benny Bakar Bessy dkk, menyampaikan bahwa kami hanya membuktikan perbuatan terdakwa sebagaimana Unsur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP.

"Mengenai pembuktian diluar unsur pasal tersebut tidak akan kami tanggapi karena bukan merupakan bagian dari Surat Tuntutan Perkara A quo dan secara tegas bukan merupakan alasan pengajuan Pledoi karena yang dibebankan pembuktian adalah Penuntut Umum, bukan Penasehat Hukum Terdakwa," ungkapnya.

"Bahwa kami akan perjelas mengenai alasan Penasehat Hukum Terdakwa yang menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa tidak memenuhi unsur pada 170 ayat (1) KUHP," kata dia.

Namun setelah mencermati analisanya, masih kata Putu, JPU keberatan karena seluruh alasannya hanya dari Keterangan Terdakwa, dimana Keterangan terdakwa tersebut sebagaimana kami tegaskan dalam Surat Tuntutan perkara A quo adalah berdiri sendiri dan tidak ada alat bukti lain yang berkesesuaian dengan keterangan Terdakwa tersebut.

Kedua Saksi a de charge Zakarias Marthin dan Ni Putu Indah Suarni yang diajukan secara tegas mengatakan “Tidak melihat” ada perkelahian di TKP karena jarak yang jauh dan sudah tidak ada di TKP karena pergi ke lantai atas.

"JPU juga menanggapi keterangan Ahli Dr. Kunthi Yulianti yang dikutip oleh Penasehat Hukum Terdakwa dalam Pledoinya. Dimana kami menegaskan Ahli tidak pernah menyatakan bekas luka pada paha Gede Budiarsana (korban) adalah bekas terjatuh, itu tidak benar," terang Putu.

Ahli mengatakan secara tegas luka tersebut merupakan kekerasan benda tumpul, sehingga fakta hukum yang disajikan oleh penasehat hukum terdakwa tidak berdasarkan atas hukum dan harus dikesampingkan. 

Berdasarkan hal tersebut, Penuntut Umum memohon agar Majelis Hakim menerima secara keseluruhan jawaban Penuntut Umum atas Nota Pembelaan atau Pledoi Tim Penasehat Hukum Terdakwa Benny Bakarbessy dkk, menolak seluruh pembelaan Penasehat Hukum Terdakwa.

"Dalam perkara ini dan Menyatakan Terdakwa Benny Bakarbessy dkk bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Requisitoir / Surat Tuntutan Nomor: PDM-0786/DENPA.OHD/10/2021 yang telah disampaikan ke hadapan Majelis Hakim yang telah dibacakan dalam sidang pada hari Kamis tanggal 3 Februari 2022," tandasnya.

Pada Replik yang telah dibacakan oleh Penuntut Umum, Penasihat Hukum Terdakwa menyatakan tetap pada Pledoi. Sidang kembali digelar pada Selasa 22/2/2022 dengan agenda Putusan.

[TB]