Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Update

8/recent/ticker-posts

Jerat Hukum Bagi Supir Ugal-ugalan Berujung Maut



REFORMASI-ID 🇮🇩 | Nasional - Akhir-akhir ini banyak supir atau pengemudi kenderaan angkutan umum yang ugal-ugalan, bukannya mementingkan keselamatan konsumen (pengguna/penumpang), tapi malah lebih mementingkan kejar setoran dengan cara kebut-kebutan di jalan dan pengemudi kerap melanggar aturan lalu lintas, sehingga kondisi seperti ini jelas akan merugikan bagi diri penumpang, bukan hanya kerugian yang bersifat materil maupun immateril, bahkan lebih dari itu bisa berujung nyawa penumpang melayang.

Kasus yang menggegerkan dan mendadak viral di dunia maya adalah peristiwa atau tragedi ugal-ugalan supir angkutan kota (angkot) Koperasi 123 yang berujung tragis dan maut, menyebabkan sebagian luka ringan dan 4 orang penumpang meninggal dunia karena angkot yang dikemudikan oleh supir ugal-ugalan tersebut ditabrak Kereta Api Indonesia (KAI) di daerah perlintasan rel Kereta Api Jl. Sekip Medan. 

Untuk mengantispasi terjadinya hal serupa, diharapkan agar pihak-pihak terkait dapat melakukan pembinaan dan pengawasan yang lebih ektra, termasuk melakukan sosialisasi betapa pentingnya mengutamakan keselamatan penumpang dari sekedar mengejar setoran. Mengenai izin trayek terhadap jurusan angkot tersebut barangkali tidak perlu di cabut, akan tetapi perlu diperbaiki cara kerja supir dan pelayanannya agar lebih baik dan tertib serta taat aturan dalam berlalu lintas. Mengenai sanksi hukum terhadap supir angkot yang sengaja ugal-ugalan tersebut dapat dijelaskan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang No. 22 Thaun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UULLAJ). 

5 Pasal 311 UU LLAJ menyebutkan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kenderaan Bermotor dengan cara atau atau keaddaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 3 juta rupiah;Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kenderaan dan/atau barang sebagaiaman dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelau dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 4 juta rupiah;Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kenderaan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak 8 juta rupiah ; Dalam hal perbuatan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud pada Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 20 juta rupiah ; Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 24 juta rupiah. Nah, merujuk pada ketentuan Pasal 311 UU LLAJ di atas, maka sanksi hukum dapat diberikan bukan hanya terhadap pengemudi yang menghilangkan nyawa orang lain, malah menurut ayat (1) menghilangkan barang saja pun seorang pengemudi dapat dijatuhi sanksi hukum, konon lagi jika menghilangkan nyawa orang lain, jelas hukumannya cukup berat, yaitu maksiml 12 tahun. Khusus terhadap peristiwa Kecelakan Lalu Lintas di Jalan Sekip Medan yang mengakibatkan sebagian luka ringan dan 4 orang meninggal, sudah selayaknya supir tersebut diberi sanksi hukum maksimal, yaitu 12 tahun penjara.

Sebenarnya saksi pidana 12 tahun penjara tersebut tidak sebanding dengan kerugian dan/atau penderitaan yang dialami, baik oleh korban ataupun keluarga korban, namun setidaknya sanksi tersebut dapat menjadi efek jera (shock teraphy) bagi pengemudi lainnya supaya tidak ugal-ugalan dalam mengemudi kendaraan.

Dalam praktiknya, mengenai kecelakan lalu lintas dengan korban meninggal dunia yang disebabkan oleh perbuatan supir yang ugal-ugalan, selain dapat mengguunakan ketentuan UU LLAJ, penegak hukum juga dapat menerapkan atau mengenakan ketentuan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidan (KUHP), yaitu mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. 

Contoh kasus dalam penerapan Pasal 359 KUHP ini adalah tuntutuan Jaksa Pentuntut Umum (JPU) pada kecelakaan lalu lintas sebagaimana disebutkan dalam Putusan MA No. 2147/ K/Pid/2010. Dalam putusan yang dikeluarkan tanggal 27 Oktober 2011 ini, berdasarkan kronologisnya diceritakan bahwa terdakwanya merupakan seorang supir mikrobus yang mengemudikan kenderaan dengan kecepatan tinggi, yaitu kurang lebih 70 km/jam dan hendak mendahului kendaraan didepannya. 

Tiba-tiba dari arah yang berlawanan muncul Sepeda tetapi terdakwa pada saat itu tidak membunyikan klakson, lalu kemudian pengendara sepeda terjatuh dan meninggal dunia.Berdasarkan ketentuan UU LLAJ, Pasal 359 KUHP dan Putusan MA tersebut, maka sudah sepantasnya kepada supir angkutan yang ugal-ugalan menyebabkan nyawa penumpang melayang dijatuhi hukuman maksimal sebagai bentuk pertanggung jawaban hukum atas perbuatannya. Karena bila diperhatikan secara seksama vidio yang beredar viral di media sosial, sangat jelas kesalahan supir angkot 123 yang menyebrangi lintasan rel Kereta Api, sementara saat itu telah diterapkan portal atau pembatas jalan sebagai tanda bahwa Kereta Api akan lewat.

Sumber : Eka Putra Zakran, SH., MH. Anggota DPC Peradi Medan.

(Ervan)