REFORMASI-ID | Kota Bekasi - Peristiwa penganiayaan dan dugaan penyiksaan yang dialami keluarga H. Dodi Sutriadi di Kota Harapan Indah, Kelurahan Pejuang Medan Satria Kota BEKASI yang terjadi pada Jum'at malam 10 September 2021, kuat dugaan seperti memang telah direncanakan sebelumnya oleh pelaku.
Pasalnya, dalam rekaman kamera pengawas atau closed circuit television (CCTV) yang terpasang dirumah korban, pelaku sebelumnya telah mempersiapkan segala sesuatunya. Dari mengendarai mobil Honda Jazz warna Abu-abu dengan nopol palsu, hingga memakai sarung tangan karet serta ada salah seorang dari pelaku telah menyelipkan sebilah golok dipinggangnya sebelum masuk ke ruang tamu rumah korban.
Hal ini yang telah disampaikan Tommie terkait kronologi kejadian ketika disambangi tim Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Koordinator Wilayah BEKASI Kota dikediamannya di Jalan Mawar Indah Blok CH-16, RT.008/RW.19, Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria Kota BEKASI Jawa Barat pada, Rabu (15/9/2021) sore.
"Usai melukai saya, pelaku berusaha menyembunyikan senjata tajam (sajam)-nya diselipan sofa terlihat jelas dalam rekaman CCTV. Mereka juga dengan kejinya menganiaya istri saya yang tengah hamil lima bulan dengan membenamkan wajahnya ke sofa kemudian menyetrum tubuhnya," kata Tommie.
Meskipun awalnya Tommie tetap bersikap positif thinking karena berharap untuk menerima pembayaran piutang, ironisnya justru malah mengalami penganiayaan dan penyiksaan bermodus berpura-pura mengembalikan pinjaman uangnya sebesar Rp 900 juta. "Bahkan saya melihat senjata api jenis pistol yang tengah dipegang oleh salah satu dari mereka," ungkap Tommie.
Menyikapi hal ini, Ketua FWJ Koord. Wilayah BEKASI Kota, Rommo Drs. R. Kos sangat prihatin. Oleh karenanya harus ada regulasi yang lebih ketat lagi kedepannya keterkaitan kepemilikan senjata api (soft gun).
"Dalam kejadian ini, dapat dilihat bahwa kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil jelas memerlukan prosedur permohonan izin tertentu mencakup syarat keterampilan dan psikologis. Hal ini tentunya telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang telah ada," imbuhnya.
"Bahkan surat izin tersebut harus diperpanjang perjangka waktu tertentu. Oleh karena itu, kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil bukanlah hal yang sembarangan. Kepemilikan tanpa hak atas senjata api dapat dijatuhkan sanksi pidana hingga hukuman mati," tutur Rommo.
Hal ini juga, lanjut Rommo, terkait potensi besar penyalahgunaan senjata api ilegal yang bahkan dapat mengancam keamanan dan stabilitas negara. "Kepolisian adalah pihak yang harus menindak tegas kepemilikan sejata api oleh masyarakat sipil ini. Kepolisian Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (Pasal 5 UU Nomor 2 Tahun 2002). Instrumen hukum yang lama dan tidak sesuai lagi juga harus diperbaharui (instrumen Undang Undang tahun 1951 sebaiknya diajukan perubahan)," tegasnya.
Para pelaku akan dikenakan pasal 170 KUHP junto pasal 56 KUHP tentang pengeroyokan dan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun penjara, serta UU Darurat pasal 1 ayat (1) nomor 12 tahun 1951, tentang kepemilikan senjata api dan membawa senjata tajam, dengan ancaman hukuman penjara selama 12 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan, dapat dijerat dengan pasal perencanaan pembunuhan secara bersama-sama.(Masdar./fwj-bks/HMS/Red)