Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Update

8/recent/ticker-posts

Peran CSR Belum Banyak Berpihak ke Petani Marginal di Kabupaten Bekasi


REFORMASI-ID | Kabupaten Bekasi - Melihat Kondisi pandemi yang kita alami saat ini, kebutuhan primer menjadi sasaran utama masyarakat. Rabu 11 Agustus 2021.

"Yang tadinya masyarakat bisa melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan primer, sekunder maupun  tersier maka sekarang masyarakat pada umumnya fokus untuk pemenuhan kebutuhan primer khususnya bahan makanan pokok. Pembelian makan pokok beserta rempah-rempahnya terus diburu demi memenuhi stock konsumsi sehari-hari dan juga untuk meningkatkan imunitas mereka. Dengan tingginya permintaan hasil bumi saat terjadi pandemi tersebut, seharusnya menjadi berkah tersendiri bagi para petani," tutur Ridho pemerhati pertanian dan lingkungan hidup di Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi.

Ridho juga mengatakan," Namun pada kenyataanya, para petani kita khususnya di Kabupaten Bekasi yang kebanyakan adalah petani lahan garapan justru menangis dengan harga hasil taninya yang ikut terjun bebas dengan adanya pandemi. Seharusnya pendapatan mereka  meningkat akan permintaan hasil tani sebagai produk ketahanan pangan masyarakat. Tapi yang terjadi  tetap saja yang dibawah tidak bisa berebuat apa-apa. Masalah klasik masih saja menghantui mereka seperti kurangnya permintaan, mahalnya pupuk, tidak stabilnya harga, tengkulak membeli dengan harga murah, dan lain-lain."

"Sebenarnya peranan Petani disetiap wilayah sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas harga dan kemajemukan komoditi. Tapi apa yang terjadi, kebanyakan Petani lahan garapan di Kabupaten Bekasi tidak mampu untuk mempertahankan profesi mulianya itu. Dengan lahan garapan yang sempit, mereka sulit bertahan hidup karena rata-rata mereka bertani secara tradisional. Selama menunggu hasil panennya para Petani tidak punya penghasilan lain dan akhirnya utangpun dimana-mana. Jeratan rentenir dan tekanan kehidupan membuat petani tradisional menyerah dengan keadaan," ujarnya.

"Jika dikalkulasi hasil tani dari para petani garapan ini, mereka memperoleh selisih untung hanya dari tenaga mereka bahkan jika terkena hama mereka rugi. Hal yang sangat miris. Ditambah lagi Pinjaman mikro untuk Petani yang berbelit-belit dan banyak  tidak sinkronnya program Pusat dengan Daerah menambah frustasi para petani tradisional," jelasnya.

Disisi lain, ribuan hektar lahan di Kabupaten Bekasi telah banyak di manfaatkan untuk kawasan industri yang konon Terbesar di Asia Tenggara, menjadikan semakin sempit pula lahan yang digarap oleh para petani lokal.  Dari data Kementerian Perindustrian, untuk Kabupaten Bekasi memiliki 10 (sepuluh) kawasan industri yang terbangun dengan luas lahan kawasan mencapai 9.496 Ha.

Ia juga menambahkan," Kesepuluh kawasan industri tersebut adalah Kawasan Industri Jababeka dengan luas lahan 2.267 Ha, MM2100 Industrial Town BFIE dengan luas lahan 1.700 Ha, Greenland International Industrial Center (GIIC) dengan luas lahan 1.700 Ha, Kawasan Industri Lippo Cikarang dengan luas lahan 1.645 Ha, dan MM2100 Industrial Town MMID dengan luas lahan 805 Ha."

Selanjutnya, yakni Kawasan Industri Marunda Center dengan luas lahan 600 Ha, East Jakarta Industrial Park dengan luas lahan 320 Ha, Kawasan Industri Terpadu Indonesia China dengan luas lahan 205 Ha, Bekasi International Industrial Estate dengan luas lahan 200 Ha, dan terakhir adalah Kawasan Industri Gobel dengan luas lahan 54 Ha. Kutipan dari beritadaerah.co.id.

"Dengan melihat data di atas, Kabupaten Bekasi telah didominasi oleh berdirinya kawasan industri dan otomatis kawasan perumahan serta infrastruktur pendukung juga berdiri disekelilingnya. Namun kita juga harus melihat para petani lokal tradisional yang turun temurun berprofesi sebagai petani harus juga dipertahankan. Mereka yang mencari nafkah dari bertani  jumlahnya  juga tidak sedikit. Masih banyak petani yang memiliki jiwa dan skill bertani di Kabupaten Bekasi, walaupun saat ini mereka menggarap lahan-lahan bukan miliknya," tuturnya.

Ia juga mengungkapkan, Jika kita lihat dalam Perda Kabupaten Bekasi No 6 Tahun 2015 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan, pada bab VII tentang program dan bidang kerja pada bagian Program di pasal 12 yang berbunyi :

(1) Program Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan meliputi:

a) Program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL);

b) kemitraan usaha mikro, kecil , dan koperasi; dan

c) program langsung pada masyarakat.

Bagian Kedua

Bidang Kerja

Pasal 16 berbunyi

Bidang Kerja Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan antara lain:

a. Pendidikan;

b. Kesehatan;

c. Sosial;

d. Sarana dan Prasarana Keagamaan ;

e. Peningkatan daya beli masyarakat;

f. Infrastruktur dan sanitasi lingkungan;

g. Olah raga dan seni budaya;dan 

h. Lingkungan hidup, 

i. Bidang kerja lainnya yang secara nyata memberikan dampak peningkatan kualitas masyarakat.

"Dari Perda tersebut jelas Petani di Kabupaten Bekasi sangat berhak mendapatkan bantuan dalam bentuk  tanggung jawab sosial perusahaan. Dimana CSR tersebut  berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholder sehubungan dengan isu-isu etika, sosial, dan lingkungan untuk  meningkatkan kualitas hidup masyarakat," paparnya.

"Sosialisasi yang minim bahkan terkesan pembagian CSR hanya  dilokasi-lokasi tertentu saja, mengakibatkan tidak tepatnya sasaran.  CSR akhirnya tidak dapat dinikmati para petani marginal yang berada di sekitar lingkungan kawasan perusahaan. Merekalah yang sesungguhnya sangat membutuhkan. Kurang massifnya stakeholder turun ke akar rumput  langsung juga  yang menyebabkan minimnya input informasi di lapangan sehingga terjadilah kesenjangan sosial yang saat ini di rasakan oleh sebagian petani di Kabupaten Bekasi," tegasnya.

"Padahal, dalam perda sudah menjelaskan pada Bab XII dalam Peran Serta Masyarakat, pasal 26 menyebutkan, Dalam menyusun perencanaan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Perusahaan dapat mengikutsertakan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakatlah salah satu yang menentukan dimana dana CSR itu di salurkan. Kita semua tau petani marginal saat ini sulit untuk bertahan karena gencarnya arus modernisasi dan perubahan sosial. Berbagai macam dorongan baik moril maupun materiil harus terus dilakukan agar mereka survive serta menjadi angin segar dalam profesinya. Selain itu peningkatan skill dan soft skill para petani dalam menghadapi era 4.0 ini perlu di lakukan. Dengan hal seperti itu, Peran petani marginal dapat terlibat sebagai wujud  program peran serta Perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Itu semua harus menjadi perhatian khusus demi kesejahteraan seluruh warga Kabupaten Bekasi," pungkasnya.


(Redaksi)